(KolabKarib) ‘Me Time’ After Married

(KolabKarib) ‘Me Time’ After Married


Berawal curhatan nggak jelas bareng Wulan Kenanga, membuat kami menyadari bahwa sudah lama tidak berkolaborasi dalam tulisan di blog. Padahal dulu kami sudah berkomitmen setidaknya satu bulan sekali untuk saling melempar tema yang sama dan menulis di blog masing-masing. Berhubung sama-sama sok sibuk, kami sempat lupa tentang kolaborasi  Wulan pun mengajukan sebuah tema dan saya menyetujuinya.

Eh, ada yang rindu nggak sih sama kolaborasi kami?
#KolabKarib: I Wish I Could Turn Back Time

#KolabKarib: I Wish I Could Turn Back Time

kolaborasi, swastikha.com
Holla,

Setelah sebulan lalu sempat vakum berkolaborasi sama Wulan Kenanga. Alasannya klise karena saya sedang tidak punya ide untuk menulis apa dan Wulan tidak mau memberikan ide. Jadilah, kami hiatus melakukan kolaborasi.

Alhamdulillah, akhirnya kami bisa berkolaborasi. Tema #KolabKarib yang saya pilih adalah berkenaan dengan Time Travel yaitu Seandainya bisa mengulang waktu, masa apa yang akan kamu pilih dan apa yang akan kamu perbaiki.

Postingan Wulan tentang tema kali ini: Kolablarib: Kesempatan Mengulang Masa Lalu

Sebagai seorang manusia tentu kita punya banyak keinginan yang harus dipenuhi, begitu juga jika dikasih kesempatan untuk kembali ke masa lalu. Kalau memang, tentu saja saya akan mengubah tiap aspek yang ada dalam kehidupan saya. Saya ambil masa-masa manis saja dan hilangkan bagian duka. Simpel. Sayangnya, saya bukan Tuhan.

I'm Thankful For Being Me

I'm Thankful For Being Me


Satu hal yang aku syukuri hingga saat ini adalah Allah memberikanku hati yang kuat. 

"Mbak, pernah nggak sih merasa bersyukur karena dilahirkan sebagai seorang swastikha?"

Itu pertanyaan yang dilontarkan Wulan saat kami membahas soal pengalaman hidup. Mimpi apa ya semalam, kok bisa-bisanya kami membahas obrolan yang begitu serius. Padahal biasanya chat kami ini nggak jauh-jauh dari urusan meratapi masa lajang, film dan memilih buku.

Tulisan kolaborasi Wulan bisa kalian baca di sini: Terima Kasih Tuhan, Saya Wulan Kenanga

Terus terang saya cukup kaget mendengar pertanyaan ini, bahkan terlintas dalam benak saya pun tidak. Pertanyaan ini membuat saya merenung dan menyadari bahwa selama 33 tahun perjalanan hidup, saya tidak pernah melihat apa yang istimewa dari kelahiran seorang Swastikha ini?

Percaya deh, mencari kelebihan dan kekurangan diri sendiri itu susahnya minta ampun. Sama susahnya dengan mengurai benang yang udah kusut. Saya jadi teringat saat kuliah perdana sebagai mahasiswa Psikologi, ketika dosen saya meminta semua mahasiswa untuk melakukan analisa SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats)  terhadap diri sendiri. Hari itu kami dibuat pusing tujuh keliling, tiga puluh menit waktu yang diberikan dosen terasa sebentar. Saya bisa menyelesaikannya walaupun tidak maksimal. Dari situ saya tahu bahwa menganalisa diri sendiri itu bukanlah hal yang mudah.

My Hijab Story: Sebuah Janji di Masa Kecil

My Hijab Story: Sebuah Janji di Masa Kecil



Holla,

Kapan pertama kali mengenakan hijab?

Pertanyaan itu muncul dari seorang kawan yang juga blogger. Pertanyaan itu pula yang pada akhirnya membuat saya ingin bercerita pada kalian tentang perjalanan berhijab.

Kali ini saya berkolaborasi sama Ayu. Untuk postingan ayu tentang pengalaman berhijabnya bisa dibaca di sini ya: 3 Tantangan Ketika Memutuskan Mengenakan Hijab

Saya mengenakan Hijab menjelang kenaikan kelas 2 SD. Tidak ada paksaan dan permintaan dari orang-orang di sekitar saya.

Keinginan menggunakan hijab sendiri lahir begitu saja saat saya terbaring lemah di rumah sakit. Seakan ada yang membisiki, saya membuat janji pada diri sendiri. Saat ke luar dari rumah sakit nanti, saya ingin mengenakan hijab. Perlu diketahui saya saat itu cukup lama dirawat di RS hampir sebulan lebih berada di ruang ICU. Kondisi kesehatan saya sedikit memburuk pasca operasi.

Patah Hati Di Usia 30-an, Hmm

Patah Hati Di Usia 30-an, Hmm



Holla,

Saat menuliskan postingan ini, aku tengah meraba-raba kapan tepatnya terakhir aku jatuh cinta. Ah, mengingatnya saja membuatku pusing tujuh keliling. Belakangan ini, cinta bukan lagi tujuan hidupku. Aku sibuk menata mimpi yang dulu perah kutinggalkan. Aku ingin bahagia dengan mimpiku karena tidak akan pernah ada yang tahu kapan itu akan berakhir.

Bukan berarti aku tak peduli urusan cinta. Sebagai manusia, ada kalanya rasa sepi membelengguku dan mendapatkan sebuah kenyataan aku tak punya seseorang untuk bersandar. Teman? Mana mungkin aku menyandarkan diri 24 jam pada seorang teman. Tentu saja aku menginginkan patner yang bisa kuajak ngobrol di tengah malam atau mendapatkan pelukan hangatnya ketika aku lelah dengan yang kujalani.

Nah, kalau bicara soal cinta pasti sepaket dengan yang namanya patah hati. Nggak bisa dipungkiri. Ketika kita jatuh cinta dengan seseorang, maka bersiaplah untuk patah hati. Aku memang tidak mendoakan diriku untuk terus-terusan patah hati. Hanya saja mempersiapkan yang terburuk.

Nah, postingan kolaborasi dengan Wulan Kenanga kali ini perihal:  Patah Hati Di Usia Siap Menikah

Baca juga ya postingan Wulan: Patah Hati Di Usia Siap Nikah

Wanita Menyatakan Perasaan Terlebih Dahulu, Kenapa tidak?

Wanita Menyatakan Perasaan Terlebih Dahulu, Kenapa tidak?



Holla,

Sudah masuk minggu kedua bulan Oktober, ya ampun perasaan baru kemarin ganti tanggal.  Seperti biasa tiap minggu kedua setiap bulan, saya dan wulan berkolaborasi. Kali ini kami berdua mau membahas soal Wanita Menyatakan Perasaan Lebih Dahulu, Yay or Nay?

Kali ini saya berada di pihak wanita yang setuju soal perasaan itu bukan masalah gender. Jadi, kalau wanita mau menyatakan perasaan dulu mah boleh-boleh aja. Lebih lengkapnya kamu bisa baca di bawah ini ya.

Buat yang pengin baca pendapat Wulan tentang tema ini bisa baca ya:  WANITA MENYATAKAN CINTA LEBIH DULU? AH, TIDAK! PEREMPUAN HARUS TETAP PADA POROSNYA

Bicara soal asmara, katanya yang paling memegang peranan penting itu adalah lelaki. Wanita kabarnya menjadi pihak yang pasif. Pasif di sini dalam artian menunggu lelaki mengambil tindakan. Selama lelaki itu tidak memberikan sinyal bahwa dia menyukai kita, ya tunggu saja sampai dia sadar.

Terus kalau si lelaki belum sadar juga gimana? Mau sampai kapan menunggu dia menyatakan perasaan?

Bicara soal menyatakan perasaan, saya jadi teringat kisah cinta yang telah silam. Ceritanya saya pernah naksir kakak kelas. Orangnya baik dan nggak segan-segan untuk bantuin saya. Dia juga orang pertama yang minjemin saya buku kuliah yang langka dan kadang melakukan sesuatu yang menurut orang lain sederhana, tapi buat saya itu sesuatu.

If I Were You: I Wish My Dream Come True

If I Were You: I Wish My Dream Come True



Dahulu, aku adalah pemimpi ulung atau mungkin lebih tepatnya tukang khayal.

Seringkali mengkhayalkan diriku seperti orang lain. Entah sebagai artis, orang biasa atau bahkan kekasih aktor kesukaanku. Rasanya itu menyenangkan buatku. Meskipun bagi orang lain mungkin terdengar aneh.

Aku tidak gila.

Aku hanya suka berpura-pura menjadi mereka. Hanya sekedar menyelami isi perasaan mereka dan kemudian memindahkahnya ke dalam sebuah cerita yang sudah kusiapkan. Begitulah caraku menciptakaan tokoh-tokoh utama dalam karya-karya fiksiku.

Kebiasaan itu masih berlanjut sampai saat ini.  Ada kalanya aku ingin hidup seperti orang lain atau memiliki kelebihan seperti tokoh rekaan yang aku buat. Bagiku itu seperti warna dalam hidupku. Seakan membangunkan mimpi-mimpi yang tertidur pulas dalam diriku.

Siapa sangka aku bisa menjadi blogger. Menggantungkan nasibku dari hobi menulis seperti salah satu tokoh khayalanku yang berprofesi sama. Hidupnya mereka dalam diriku memberikan arti khusus bahwa mimpi itu akan terwujud, suatu hari nanti.


Siapa dan Seperti apa Hidup yang Aku Inginkan?



Nggak spesifik siapa soalnya kehidupan impianku suka berubah-ubah. Maklumin aja orangnya gampang berubah pikiran dan suka bosan. Tapi kalau dikasih kesempatan untuk hidup seperti apa? Aku punya beberapa hal yang aku ingin lakukan.


Bisa Menggambar


Dari dulu, aku selalu kagum pada orang yang bisa menggambar. Bagiku menggambar itu bukan sekadar mencoret-coret kertas kosong atau menyambung garis satu dengan garis lainnya menjadi sebuah bentuk tapi juga ada sebuah emosi yang tersimpan di dalamnya.

Gambar-gambar itu seperti sebuah komunikasi.

Aku pernah beberapa kali mencoba untuk menggambar tapi kemudian menertawakan diri sendiri. Hasil gambarku mirip dengan karya siswa Taman Kanak-Kanak. Oke, salahkan motorik halusku yang tidak berkembang pesat. Membuat area bagian jari-jariku tidak bisa memproduksi gambar dengan sempurna. Selain itu sepertinya bakat menggambar yang dimiliki oleh Papa lebih suka melekat pada Kakak Laki-lakiku. Dan, aku harus puas dengan bakat menulisku.


Travelling Around The World


Keseringan bepergian bersama orang tua, seringkali membuatku ingin mencoba melakukan perjalanan seorang diri seperti orang lainnya. Tidak perlu jauh, mungkin masih di area Indonesia. Ini salah satu mimpi terpendamku saat ini. 

Rasa Iriku semakin besar saat mengamati feed sebuah akun Instagram yang berisi tentang dokumentasi perjalanan. Aku juga ingin seperti mereka. Mungkin nanti. Ketika ada seseorang yang membuatku yakin bahwa menjelajahi bumi Tuhan tidak semenakutkan yang dipikirkan orang tuaku.

Ada banyak negara dan kota-kota yang ingin dikunjungi, salahnya satunya Jepang. Negara yang dikenal dengan negeri Sakura berhasil menarik perhatianku. Apalagi setelah tahu penulis Favoritku Prisca Prismasari sering bepergian ke Jepang. Impian banget deh.


Melakukan Beberapa Olahraga


Lahir dengan fisik yang lemah membuatku tidak bisa melakukan aktivitas fisik terlalu banyak terlebih lagi olahraga. Saat pelajaran olahraga di sekolah, aku cuman menjadi penonton di pinggir lapangan. Menyaksikan teman-teman seusiaku berlarian mengejar bola.

Ada beberapa olahraga yang ingin saya lakukan seperti renang, basket dan ballet. Lalu, belakangan saya mulai mencoba melakukan Yoga. Olahraga yang satu ini relatif aman buatku.


Ya. Kalau jadi kamu yang lebih sehat. Aku berharap semua mimpi ini jadi kenyataan.


Postingan ini berkolaborasi sama Wulan kenanga. Baca juga ya postingan Wulan: Aku Ingin Seperti Mereka



Salam,