Teruntuk Kamu

Teruntuk Kamu



Aku selalu menerka-nerka seperti apa rupa jodohku kelak?
Apakah dia bertubuh jangkung?
Apakah dia pendek?
Apakah dia berkulit putih?
Apakah dia seperti kebanyakan lelaki Indonesia, berkulit sawo matang?

Aku kerap kali menerka-nerka seperti apa kami bertemu nanti?
Apakah kami bertemu dalam sebuah perjalanan yang panjang atau kami bertemu saat mengantri di kasir?
Apakah kami saling kenal atau hanya sepasang asing yang dipertemukan oleh takdir?
Apakah kami bertemu dalam sebuah acara perjodohan? atau sebuah pertemuan tidak sengaja di resepsi pernikahan.
Apakah kami akan saling mengenali?
Apakah dia yang akan menemukanku atau aku yang menemukannya terlebih dahulu?

Entahlah,

Aku hanya berharap, dia adalah lelaki pilihan Tuhan yang disandingkan atas nama cintaku kepada Sang Pemilik Rindu.

Hai, kamu. Iya Kamu.

Bersabarlah, kita akan bertemu kelak. Tunggulah aku.


Pengalaman Pertama Naik Pesawat Terbang yang Mendebarkan

Pengalaman Pertama Naik Pesawat Terbang yang Mendebarkan


Fly Away into the sky



Pengalaman Pertama Selalu akan diingat



Seseorang pernah mengatakan itu pada saya. Segala sesuatu yang dimulai pertama kali akan selalu diingat termasuk mantan pertama. Tapi tenang, postingan ini akan bebas dari yang namanya berbau mantan atau cinta. Hahahaha.


Mana pernah saya membayangkan bisa naik pesawat terbang. Dalam mimpi pun tidak. Orang Tua saya yang bekerja sebagai PNS tidak memiliki gaya hidup yang mewah untuk sekedar melakukan perjalanan menggunakan pesawat. Kecuali Papi. Sebagai Polisi Papi sering mendapat tugas ke daerah-daerah yang jauh dengan durasi waktu sedikit Sehingga hanya bisa ditempuh dengan naik pesawat.

Papi adalah orang yang memberi saya mimpi tentang naik pesawat. Waktu itu kalau tidak salah beliau sedang sekolah ke Jakarta. Setiap dua minggu sekali, Beliau pulang ke Surabaya untuk mengunjungi kami. Memiliki Ayah seorang Polisi membuat kami jarang berjumpa. Kalau nggak ditinggal dinas ke luar daerah ya sekolah lagi.

Adakalanya Papi pulang ke Surabaya menggunakan pesawat. Nggak sering sih tapi pernah beberapa kali. Tahu sendirilah saat itu pesawat adalah akomodasi yang paling mewah di antara moda transportasi lainnya. Setiap kali Papi pulang dengan menggunakan pesawat selalu membawa oleh-oleh berupa roti, gula, mentega, tisu basah dan terkadang tempat makan dari pesawat (belakangan baru tahu bahwa alat makan ini nggak boleh dibawa). Oleh-olehnya recehan sih apalagi plus cerita-cerita Papi tentang betapa enaknya naik pesawat.



Simpan Erat Mimpimu, Karena Kita Nggak Bakal Tahu Kapan Akan Terwujud



Kesempatan itu akhirnya datang juga. Sekitar tahun 2005, saya diajak Mami bersama rombongan teman kerjanya ke Jakarta. Acara tahunan sekolah untuk melepas penat. Kami berangkat ke Jakarta dengan kereta api sekitar 20 orang. Itu bukan kali pertama perjalanan saya dengan kereta tujuan Jakarta karena sebelumnya saya pernah pergi ke Jakarta. Nanti deh saya buat postingan yang terpisah.

Singkat cerita kami ke Jakarta sekitar 3 hari. Menginap di hotel sekitaran Blok M. Dulu, Blok M termasuk ngeghits loh dan kayaknya udah keren banget kalau sudah ke sana. Seperti biasalah aktivitas selama di Jakarta kalau nggak belanja dan belanja.

Sebelum pulang, kami mampir dulu ke Taman Impian Jaya Ancol. Main-main ke Sea World dan Dunia Fantasi.

 

Ada kejadian lucu ketika di Dufan, Saya tiba-tiba kepengin naik Rollercoaster dan sama Mami dibolehin. Sok banget ikutan ngantri bareng orang-orang. Pas Rollercoaster-nya mulai jalan, saya masih nyantai. Sampai di puncak dan meluncur rasanya jantung saya kayak mau jatuh. Saya nangis minta turun. Duh, Gusti. Gimana bisa turun wong udah terlanjur naik. Sepanjang rollercoaster berjalan saya merem sambil nangis.

Turun dari arena permainan seluruh persendian lunglai, gemetaran nggak jelas. Mami sempat dimarahin sama beberapa temannya kok berani ngajak saya naik permainan yang dilarang buat penderita jantung. Entahlah, pokoknya pengalaman ini nggak saya lupakan.

Pertama kali masuk ke dalam pesawat yang saya rasakan adalah dingin dan suara mesin yang agak berisik. Pesawat yang saya naiki saat itu adalah Buraq (sekarang maskapai itu sudah tidak beroperasi lagi). Pesawatnya terbilang kecil. Jarak antar kursi dengan kursi lainnya terlalu berdekatan. Saya duduk di tengah. Diapit oleh Mami dan temannya.

Ketegangan terjadi ketika pesawat mulai terbang. Rasanya ada yang bergejolak dalam perut dan saya hanya bisa memejamkan mata sembari mencengkram erat-erat pinggiran kursi. Ah, jadi begini rasanya naik pesawat.

Drama pun terjadi saat ada pesawat mulai bergoncang dan sebuah pemberitahuan dari ruang kokpit bahwa pesawat mengalami turbulensi. Suasana menjadi hening ketika lampu dalam pesawat mulai dipadamkan satu per satu. Saya menggenggam erat tangan Mami sambil berharap ini akan berakhir. Goncangan semakin keras, lirih terdengar beberapa orang membaca kalimat takbir termasuk teman Mami. Kelelahan setelah bermain tadi dan turbulensi menurunkan kepercayaan diri. Saya menangis sepanjang perjalanan.



Alhamdulillah turbulensinya berakhir. Lampu kembali dinyalakan dan pesawat siap untuk mendarat. Saya pikir semua ketegangan ini telah berakhir. Nggak tahunya, saya merasakan sakit di telinga dan sempat panik karena nggak bisa mendengar apa-apa kecuali getaran mesin pesawat. Kebetulan saat itu saya duduk di bagian sayap yang getarannya lebih kuat. Saya menoleh sama Mami sambil menangis. Lewat tatapan mata saya menanyakan kondisi yang dialami. Mami menggenggam erat tangan saya sambil mengatakan nggak papa sampai pesawat mendarat dengan sempurna.

Lega rasanya ketika satu per satu penumpang turun. Kaki saya masih terasa lemas tapi saya senang. Drama itu akhirnya selesai juga. Dan, berhari-hari berikutnya saya masih merasakan Jet Lag sampai diketawain teman. Bodo amat ah.

Pengalaman pertama itu sempat membuat saya takut naik pesawat tapi sampai sekarang saya nggak nolak kok. Saya jadi suka bepergian dengan menggunakan burung besi. Membayangkan saya saya bisa lebih dekat dengan langit. Meskipun saya masih nggak suka ketika pesawat tinggal landas dan mendarat.


Bagaimana pengalaman pertamamu ketika naik pesawat? Komentar yuk.


Salam,