Stay At Home Bagi Orang Extrovert

stay at home, cafe, woman wearing hijab



Pandemic Corona Mengharuskan Saya Stay At Home


Sebelum wabah Corona menyebar di Indonesia, saya sudah mulai membatasi kegiatan di luar rumah seperti menghadiri event blogger mulai dari pertengahan Januari lalu. Memang bikin sedih namun menjelang operasi saya harus bisa menjaga kondisi badan supaya tetap fit. Bagaimanapun kesehatan merupakan hal yang utama.

Kegiatan di luar rumah saya memang jauh berkurang, namun ada teman-teman blogger yang bergantian main ke rumah, bercanda bersama, bahkan saya masih bisa main ke mall bareng Mbak Tata dan kakak perempuan. Supaya saya tidak merasa bosan terus-terusan berada di rumah.

Bahkan, seminggu sebelum Indonesia menyatakan darurat wabah Corona, saya masih memotret bersama Mbak Tata di area masjid Al Akbar dan juga menenami Mami ke sekolah untuk membantu memotret murid-muridnya. 

Sesekali saya masih ke luar rumah untuk membeli beberapa keperluan keluarga dan juga mengambil uang di atm (bisa dibilang saya merupakan manajer keuangan di rumah yang mengurus atm milik Mami dan Papi).

Setidaknya saya masih bisa bertemu banyak orang.

Stay At Home Bagi Orang Extrovert



Pada dasarnya saya orang yang lebih betah di rumah ketimbang berada di luar rumah. Dari dulu rumah merupakan tempat ternyaman, meskipun saya harus tinggal di hotel dalam waktu sekian lama. Rumah tetap istana.

Permasalahannya.

Selama wabah corona ini saya benar-benar tidak boleh ke luar dari rumah (kecuali belanja di depan rumah dan jalan pagi keliling komplek) alasannya karena saya masuk faktor risiko jika terpapar virus. Sehingga demi keamanan bersama, segala urusan kebutuhan rumah bisa dibeli secara daring.
Seminggu pertama terasa menyenangkan, saya bisa puas main hp, nonton drama korea dan lain-lain. Saya merasa baik-baik saja. 

Baca Juga:

Sehabis Patah Hati, Terbitlah Move On
Saya Rindu Jatuh Cinta Lagi
 Nongkrong Asyik Dengan Traveloka Eat
Point Of View 

Dua minggu berlalu, kepribadian Extrovert saya mulai meronta. Semua apa yang saya lakukan terasa membosankan. Gerak batas yang cuman berkeliling di area rumah dan bertemu dengan orang-orang itu saja membuat saya jenuh. Saya butuh teman-teman buat ngobrol bareng, meskipun tiap hari ngobrol sama mereka dengan pesan singkat, tetap saja ada yang kurang. Saya butuh bertatap langsung. Membaca emosi di wajah mereka, bercanda. Ah saya rindu.

Ya Tuhan, berapa lama lagi?

Jauh sebelum Corona, saya sudah mulai merasa kesepian. Lantas sekarang saya dilarang untuk dikunjungi teman. Otomatis membuat mood menurun drastis. Lelah. Kemarin saya memutuskan untuk keluar rumah jalan kaki. Lumayan bisa melihat dunia luar, walaupun keadaan tidak seramai biasa.

Minggu depan saya punya jadwal keluar rumah, kontrol ke rumah sakit dan juga ke ATM. Saya bahagia, saya bisa melihat keadaan di luar yang lebih ramai.

Musibah ini benar-benar menguras energi dan juga mentalitas. Saya membayangkan para extrovert yang mati gaya di kamar. Hal yang menyedihkan lagi nggak bisa ke masjid buat Tarawih dan kemungkinan besar Idul Fitri akan terasa sepi tanpa berkumpul dengan keluarga besar.

Bersabarlah, semoga badai ini segera berlalu. Allah tengah mempersiapkan hadiah terindah buat kita. Mari tetap waras dengan menulis

2 komentar

  1. Saya mulai merasa suwung Mbak.Walau tiap hari masih ke pasar komplek.Tapi batasi diri.Sehari cukup keluar sekali abis itu mandi dan ganti baju.

    Kalau suwung saya biasa vidcall adik2.Lumayanlah bisa tatap muka walau vidcal

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya keluar rumah cuman jalan pagi selebihnya dalam kamar, dapur gitu aja terus. Ketemunya ya orang yang sama tiap hari. Mulai jenuh

      Hapus


EmoticonEmoticon