Saya Membenci Perayaan Tahun Baru

fireworks, pergantian tahun, malam tahun baru


Saat masih kanak-kanak, mungkin saya amat menantikan datangnya malam pergantian tahun. Kenapa tidak? Malam Tahun Baru itu menjadi suatu hal yang menarik untuk anak-anak, termasuk saya.

Dahulu, ketika saya masih tinggal di Madura. Malam Tahun Baru merupakan sebuah perhelatan yang mewah. Pesta kembang api, keramaian dan banyak makanan yang dijual merupakan sesuatu yang jarang dilihat, sehingga kerap kali saya dan keluarga tidak pernah melewatkannya.

Kami sengaja mengendarai mobil sekitar jam 10 malam ke arah Pelabuhan, di mana puncak perayaan pergantian tahun biasa diadakan. Di sana orang-orang sudah berjubel di antara gelapnya malam dan dinginnya udara. Tak lupa suara ombak yang berdebur di tengah laut menambah keramaian. Seringkali, saya bertemu beberapa teman sekolah yang juga turut serta dalam kemeriahan itu.

Sembari menunggu detik-detik puncak perayaan, biasanya kami bisa menikmati aneka kudapan yang dijual oleh Penjaja Makanan. Merapatkan genggaman tangan karena semakin malam orang-orang terus berdatangan, rasanya nggak asyik kalau terpisah dari Mami dan Papi. tepat jam 00.00, semua orang membunyikan terompet, kapal-kapal yang bersandar tak mau ketinggalan dengan membunyikan klaksonnya. Langit malam yang gelap mendadak penuh warna-warna yang menyala-nyala dengan suara yang cukup menggelegar. Lalu, 10 menit kemudian keramaian mulai mencair, orang-orang pulang ke rumah termasuk saya dan keluarga.

Malam Tahun Baru artinya saya boleh tidur lebih malam. Jika di hari-hari biasanya, tidur sekitar jam 20.00, pada malam 31, saya bisa tidur di atas jam 12. Bonusnya saya bisa bangun siang alias mbangkong kalau kata orang Jawa. Yap, selain kemeriahan, tahun baru identik dengan bangun kesiangan.

Saya tidak ingat kapan tepatnya berhenti mengistimewakan malam pergantian tahun. Mungkin ketika usia menginjak sekitar dua puluh lima tahun. Selain kondisi tubuh yang sudah tidak bisa begadang alias tidur malam, alasan lainnya saya mulai membenci suara-suara keras. Menimbulkan perasaan tidak nyaman di dada yang membuat gelisah.

Penghujung tahun 2019 kemarin, saya memilih tidur awal. Mungkin sekitar jam 8 malam, terlebih hari itu saya tengah datang bulan, rasa kantuk tidak dapat dipertahankan. Tepat jam 00.00, saya terbangun karena suara petasan yang berasal dari tetangga sebelah. Cukup nyaring dan membuat tidur kami terganggu. Saya sempat ngomel-ngomel namun pada akhirnya bisa tertidur kembali. Eh, terdengar lagi suara petasan yang lumayan kencang. Hiks, ingin rasanya saya memaki tetangga.

Entah apa nikmatnya merayakan pergantian tahun, kalau pada akhirnya kamu membuat orang lain terganggu.

Suara petasan yang bersahutan membuat saya membenci malam pergantian tahun.

2 komentar

  1. Samaaaaa.

    Aku sempet suka ngerayain tahun baru pas zaman masih sekolah. Tapi ga prnh dikasih ortu utk rayain di luar. Mereka ngizinin aku undang temen2, lalu BBQ di kebun. Disediain deh daging, kembang api dll.

    Pas udh kerja, sempet masih ngerayain tahun baru Ama ex pacar ke puncak, yg berakhir dengan kami tidur di mobil secara ga bisa gerak wkwkwkwkwk...

    Nah pas nikah, sempet sekaliii aja msh ngerayain, ikutan hura2 di bundara HI, tapi pas acara puncak selesai, boro2 bisa kluar mbaaa, macet stuck dan aku baru bisa balik jam 4 pagi wkwkwkwkk.

    Itu trakhir ngerayain tahun baru. Sejak itu ogaaah hahahaha. Udh ga sanggub. Trus ternyata, anakku yg bungsu takutnya bukan main Ama petasan dan kembang api. Dia lgs nangis histeris kalo udh denger suara petasan :(. Makin aku ga mau ikutan acara tahun baru sejak itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. suara petasan memang bikin nggak nyaman. Saya mah sekarang kagak peduli, enakan tidur wkwk

      Hapus


EmoticonEmoticon