Tiga minggu menjelang puasa Ramadan, Wulan mengirimi saya pesan bahwa Windry Ramadhina, salah satu novelis Indonesia yang bukunya laris itu membuka kelas untuk menulis fiksi.
Wulan yang notabene menjadi penggemar Windry tentu nggak akan membuang kesempatan yang satu ini. Bisa dibilang, Ia menjadikan Windry adalah panutannya. Selain pintar menulis, Windry adalah seseorang yang multitalenta. Patutlah kalau Wulan menjadikannya tauladan.
Tidak seperti Wulan yang masih berkutat dengan urusan fiksi, saya malah merasa makin menjauh. Bahkan, ada banyak tumpukan novel baru yang belum terbaca. Seakan-akan saya melupakan kegemaran lama, menulis fiksi. Hal ini membuat saya kembali tergoda untuk bersentuhan dengan tokoh rekaan.
Saya memutuskan untuk mendaftar kelas menulis tersebut.
Oh iya, kelas yang saya ikuti ini bukan cara menulis novel atau draft pertama. Melainkan hanya kelas pembuatan tokoh karakter. Bagi saya ini penting, sebab selama ini saya sering merasa kesulitan menciptakan karakter tokoh yang kuat.
Di kelas menulis ini, Windry benar-benar memandu kami bagaimana menciptakan karakter dari nol.
Observasi
Tugas dari Windry nggak jauh beda dari tugas jaman kuliah. Bedanya, saya diminta hanya mengamati satu orang saja yang menarik perhatian. Bagi saya itu tidak mudah,
Saya dan Wulan memilih mengerjakan tugas pertama bersama-sama. Kami pergi ke sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya. Sambil memesan makanan, diam-diam kami mengamati, mencari sosok yang kiranya tepat untuk diamati. Udah berasa kayak detekfif.
Setelah selesai dengan tugas pengamatan di keramaian. Saya melanjutkan tugas lainnya yaitu mengamati seseorang yang sudah kita kenal. Buat saya tugas ini lebih mudah sebab hampir setiap hari berinteraksi.
Menciptakan Tokoh Utama Novel
Minggu ini, tugas yang diberikan oleh Windry mulai masuk ke inti. Saya diminta untuk membuat satu orang karakter yang nantinya akan dikembangkan menjadi tokoh utama dari cerita yang saya buat.
Vakum dari dunia fiksi ini membuat saya sedikit kewalahan mengerjakan tugas ini. Rasanya kayak hambar dan bingung harus mengerjakan apa terlebih dahulu. Padahal, dulu menciptakan karakter itu mudah banget loh. Bahkan sering dapat ide dari mimpi.
Materi udah mau dapat 3 hari, aku belum juga punya gambaran ingin karakter utama seperti apa. Bolak-balik main ke pinterest untuk mencari-cari tokoh yang tepat. Tetap saja belum ada gambaran.
Saya curhat sama Wulan. Dia menyuruh Saya membaca novel. Hmm. Baiklah. Kebetulan ada beberapa novel yang belum sempat terbaca.
Alhamdulilah, selesai membaca. Rasanya saya sudah mulai menemukan titik temu akan seperti siapa calon tokoh utama tersebut.
Dari hasil pembahasan dengan Windry. Semua sudah oke kecuali tentang pakaian. Saya belum menjabarkar, karakter saya suka mengenakan pakaian apa untuk sehari-hari, kerja, pacaran. Oh baiklah.
Saya mulai menyukai petualangan ini.
Kelas fiksi ini baru berjalan dua kali. Minggu depan saya akan belajar lebih banyak tentang pengembangan karakter sampai dia siap untuk diberi sebuah jalan cerita.
Buat saya menjadi seorang penulis itu seperti sutradara yang menciptakan cerita untuk sebuah tokoh yang kita ciptakan.
Semoga setelah mengikuti kelas ini, saya menjadi lebih semangat lagi menulis fiksi.
Salam,
Wow.. seru ya proses belajarnya. Ku tunggu ceritanya mba.
BalasHapusiya seru dan detail banget
Hapuswow, menantikan update selanjutnya dari postingan ini ya mbak tikha.
BalasHapussayangnya kemarin telat daftar.
baiklah. insya Allah saya update
Hapus