Memutus Mata Rantai Bullying, Dimulai Dari Keluarga Sendiri

Bully


Aku Pernah Jadi Korban Bullying


Bicara soal bullying, ingatanku mundur ke masa-masa duduk di Sekolah Dasar. Aku masih ingat dengan jelas bagaimana beberapa teman-teman sekelas memanggilku robot. Iyes, robot. Setelah mereka tahu ada pacu jantung yang ditanam dalam jantungku.

Yes i know, mereka mungkin nggak ngerti apa pacu jantung itu. Apalagi ortuku saat itu hanya menjelaskan bahwa dalam tubuhku ada baterai. Itulah kenapa sebabnya mereka berpikir aku salah seorang robot.

Ejekan itu berlangsung lama kayaknya sampai aku kelas 6. Waktu itu aku mah cuek aja, masih bertingkah seperti anak-anak yang biasa saja. Kadang kalau mereka sudah kelewatan akunya pasti marah.



Aku Pernah Jadi Pelaku Bullying


Kalau waktu SD aku pernah diejek. Kebalikannya ssat SMP. Aku pernah menjadi bagian dari orang yang mengejek.

Bersama-sama beberapa teman aku pernah merundung seseorang. Teman sekelas. Awalnya aku hanya melihat ketika temanku mulai menggoda salah satu teman sekelas. Lama-kelamaan aku ikut bergabung bersama mereka. Tertawa keras saat temanku menghindar. Sampai seorang Guru datang ke kelas. Aku kena hukuman berdiri depan kelas.

Kejadian itu membuatku sadar bahwa dirundung itu nggak enak. Aku meminta maaf sama temanku dan berjanji nggak bakal ngulangin lagi.

Jaman Kekinian yang Kritis Tapi Kekurangan Empati


Nyadar nggak sih kalau belakangan ini kasus perundungan kembali muncul. Pelakunya kebanyakan masih sekolah dan ada juga anak kuliahan.

Aku sempat menonton beberapa video yang lagi viral itu dengan perasaan begidik. Gila, mereka sadis banget dan kayaknya santai banget gamparin anak orang.

Perundungan sebenarnya bukan melulu fisik tapi juga verbal. Verbal pun banyak macamnya Seperti ngatain temanmu kamu 'ndut,' 'badut,' dan lainnya. Nyinyirin temanmu dengan kalimat yang nyakitin, menggunakan kata yang pantas dan kamu ngejelekin dia di depan orang banyak.

Seiring berkembangnya jaman perundungan juga merambah elektronik. Ngerasain sendiri, kan gimana nggak nyamannya media sosialnya sekarang. Salah bikin status, tamatlah riwayatmu. Udah viral, habis kena maki orang sebanyak-banyak. 

Yang bikin miris itu generasi sekarang kalau ngomong nggak pakai saringan. Asyik aja gitu ngeluarin kata-kata nggak pantas tanpa rasa bersalah. Keren. Buatku sekarang ini era kebebasan yang kebablasan.

Seperti ada yang hilang dari generasi sekarang, yaitu Empati.

Kerasnya persaingan dan kurikulum pendidikan membikin beberapa orangtua lebih mentingin nilai ketimbang anaknya berkepribadian baik tapi nilainya pas-pasan. 

Belum lagi pola asuh yang serba instan. Di rumah orangtua mendidik anak supaya tidak sering menangis, terutama anak laki-laki. Padahal, ketika anak sakit dan menangis itu adalah bentuk pelepasan emosi. Dengan menangis dia belajar tentang rasa sakit bukan harus menahannya. Emosi akan tumpul jika tidak mendapatkan pengeluaran yang tepat. Efeknya lempeng aja emosinya saat bertemu dengan orang yang membutuhkan bantuan.

Baca Juga: Start with the boys


Mulai dari Rumah Kita Sendiri


Menghentikan perilaku perundungan bukan hal yang mudah. Sama kayak menggarami lautan. Jadi, kenapa tidak kita mulai dari rumah kita sendiri.

Come on,  stop kasih panggilan nama kesayangan anak yang aneh. Bukankah nama itu bagian dari doa.

Ada loh ortu yang nggak suka dengan perundungan, tapi di rumah anaknnya dikatain goblok. Lah, itu namanya ironis.

Ajarin yuk anak-anak kita sikap empati. Caranya dengan memberi contoh sederhana. Misalnya memperlakukan binatang dengan baik, tidak memarahi anak di depan umum, tidak menertawakan anak ketika melakukan hal konyol dan sering-seringlah memberikan pelukan. 

Kasih sayang yang tulus itu bisa membuat anak-anak lebih peka dengan sekitar. 

Salam,




12 komentar

  1. duhhh aku dulu waktu sekolah suka ngebuli orang.. banyak banget dosaku yaaa... tapi kenapa disekolah aku tetep mendapat penghargaan kakak terbaik n ter ayu... mungkin cara aku ngebuli yang beda kali yaa... hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahah...kayaknya tiap orang pernah melakukan itu deh

      Hapus
  2. Cantik banget mbak pemaparannya..nngenes inget jaman sekarqng yang biasa menghina orang lain.. Kapan hal ini dimulai ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Generasi sekarang emang memprihatinkan. Kejam banget kalau ngomong

      Hapus
  3. Mesti dimulai dari rumah memang, kalo masalah bullying yang sampe bikin nangis pas SD. Entahlah perasaan nggak punya salah kok, kayanya orang lain yang cari gara-gara 😑

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Aku juga gitu padahal nggak ngapa-ngapain deh kena aja

      Hapus
  4. Di rumah ayahku masih suka maki-maki anaknya dan nyindir-nyindir. Beruntung aku udah nikah ikut suami. Aku malah kasian sama adek-adekku tapi aku gamu bikin masalah sama ayah huhu :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga adek-adeknga tabah ya kak. Terima kasih sudah mau bercerita :)

      Hapus
  5. betul ya dr keluarga, makanya aku suka bingung kalau anak kecil suak bully , gmn ortunay mendidiknya

    BalasHapus
  6. Makasih banyak sudah diingetin ya mbk, matur nuwun

    BalasHapus


EmoticonEmoticon