(Kembali) Menulis Fiksi dan Hal-hal yang Saya Sesali

(Kembali) Menulis Fiksi dan Hal-hal yang Saya Sesali


Menulis fiksi dan hal-hal yang disesali, tea and photo



Menulis Fiksi dan Hal-Hal yang Saya Sesali



Sama halnya dengan Wulan K, saya pernah punya mimpi untuk memiliki karya yang dicetak dengan nama sendiri, bukan karya bersama atau antologi.

Saya masih ingat betapa antusiasnya menulis fiksi. Otak saya selalu penuh dengan cerita-cerita rekaan baru. Menyenangkan. Kemarin, saat saya membuka folder fiksi setelah bertahun-tahun tersembunyi di laptop. Saya kagum, ternyata saya sudah menulis sebanyak itu.

Sebenarnya sudah dari beberapa tahun lalu, Wulan mengajak saya untuk kembali menulis fiksi. Dia tahu betapa dulu saya menggilai dunia fiksi. Perkenalan pertama kami juga dimulai dari workshop menulis novel. Saya dan Wulan juga sempat berkolaborasi dalam menulis novel, tapi tidak berlanjut entah karena apa. Lupa.

Tahun 2021 ini, saya kembali memberanikan diri menulis fiksi. Bukan perkara mudah karena bertahun-tahun hiatus. Hampir setiap hari ada yang saya tanyakan sama Wulan tentang bagaimana sih cara menulis novel dari awal. Astaga. Sampai ditertawakan Wulan katanya saya kayak pemula saja.

Niat awal ingin membuat kisah baru. Namun, saat melihat tumpukan draft yang belum selesai kok kayaknya sayang. Saya akhir memutuskan melanjutkan draft novel yang belum selesai, salah satu karakter utamanya merupakan kesayangan saya.

Beberapa hal-hal berikut yang membuat saya menyesal kenapa tidak kembali lagi menulis fiksi sejak dahulu.


Terlalu Takut Memulai


Setiap kali hendak memulai menulis fiksi, ingatan saya akan coretan-coretan merah di naskah membuat saya takut. Semacam ada bisikan-bisikan yang seakan-akan menertawakan tulisan saya. Padahal itu hanya pikiran saya sendiri.

Seandainya saya lebih berani untuk memulai mungkin semua draft yang terlupakan itu sudah selesai menjadi cerita. Perlahan, saya sedang berusaha mengubah pikiran negatif yang sudah terlalu lama mengakar ini.


Baca Juga:

5 Penulis Fiksi yang Membuat Jatuh Cinta 

7 Daftar Keinginan Di Tahun 2021 


Terlalu Banyak Menunda


Berapa kali Wulan gemas menanyakan Bab 1 saya yang belum selesai juga, ada saja alasan yang saya kemukakan. Padahal, saya sendiri menundanya dengan alasan ah masih hari Senin in, eh tahu-tahu seminggu sudah berlalu. Giliran ditagih sama Wulan cuman senyum-senyum. Untung partner menulis saya baik hati.

Kebiasaan menunda pekerjaan ini yang bisa dibilang agak susah saya ubah, entah mengapa saya suka sekali bekerja dekat-dekat jadwal berakhir, padahal ini bukan sesuatu yang baik.


Terlalu Banyak Alasan


Manusia itu gudangnya alasan. Padahal kalau coba dikerjakan toh bakal selesai juga. Sayangnya, alasan-alasan yang nggak jelas dikemukakan terlebih dahulu yang pada akhirnya membuat kita jadi mikir. Ah iya benar juga. Alhasil nggak jadi nulis.

Padahal, sampai ikutan workshop menulis bersama WIndry Ramadhina, eh tetap saja banyak alasan yang mau nulis. Argh.

Terlalu Baper


Tahun 2020 sepertinya saya kebanyakan baper deh. Melihat beberapa teman berhasil dengan karya-karyanya eh bawaannya iri. Kok saya hidupnya gitu-gitu aja. Padahal ya memang diri saya sendiri aja yang nggak mau berkembang, tidak mau mencoba karena takut gagal duluan.

Kok familiar banget ya sama model begini. Dulu saya pernah komentar sama orang model begini yang mudah baper sama temannya yang berhasil, eh malah kejadian sama diri sendiri. Karma, banget.

Ah iya, begitulah cerita saya tentang pengalaman kembali menulis fiksi, Semoga proyek yang sedang saya kerjakan bisa berhasil diselesaikan sampai tuntas, sehingga saya bisa mematahkan ketakutan-ketakutan yang saya buat sendiri.

Seperti kata seorang penulis, “Mending menghasilkan karya yang buruk, tapi selesai. Ketimbang menunggu menghasilkan karya yang indah. Namun, hanya angan-angan.”

Semangat ya, Tika. Mari selesaikan tulisanmu itu dengan indah. Dengan begitu kamu akan menjadi lebih percaya diri dalam menapaki kembali karir menulismu yang sejak bertahun-tahun mati.
7 Daftar Keinginan Di Tahun 2021

7 Daftar Keinginan Di Tahun 2021


7 Daftar Keinginan DI Tahun 2021, woman in lake, swastikha.com, wanita di pinggir danau


Bagi saya tahun 2020 menjadi tahun terberat. Sepanjang tahun tahun 2020, namanya emosi sudah kayak permainan Bianglala. Naik ke puncak gunung lalu turun perlahan sampai titik terendah. Rasanya melelahkan.

Diawali dengan pandemi yang membuat gerak jadi terbatas. Biasanya paling nggak seminggu 1x bisa keluar rumah ketemu teman atau sekedar cuci mata di mall, mendadak nggak boleh sama sekali. Apalagi saya sudah dipingit sejak akhir tahun karena mau operasi. Itu sempat membuat saya kehilangan gairah dan sedikit stress.

Sehabis operasi mood juga nggak langsung balik, badan yang sakit semua karena aktivitas juga terbatas pengaruh banget sama emosi. Saya merasa jadi lebih sensitif, bawaannya pengin nangis kalau ada yang ngomongnya gimana gitu. Ahhh.

Pekerjaan sebagai blogger yang biasanya ramai, mendadak sepi. Berbulan-bulan rekening saya kosong tanpa pemasukan. Untungnya masih ada tabungan yang memang disisihkan. Hal ini juga sempat bikin iri ketika ada teman yang senang karena invoice baru cair. What a life.

Itulah kenapa di tahun 2021 yang baru berjalan 2 minggu ini, saya ingin ke depannya saya lebih santai dalam menjalani. Melakukan banyak hal yang memang saya sukai karena memang ingin lebih banyak tersenyum, tapi tetap melakukan semuanya dengan serius.

7 Daftar Keinginan di Tahun 2021


Saya tidak menyebut ini sebagai resolusi melainkan daftar keinginan yang rasanya menarik dilakukan di tahun 2021 ini. Apa saja ya kira-kira?


Kembali Menulis Fiksi


Beberapa bulan terakhir, saya sama Wulan lagi intens membicarakan hal yang berhubungan dengan dunia fiksi, seperti yang sering kami lakukan dulu. Beberapa kali Wulan meminta saya untuk kembali menulis fiksi. Saya sendiri belum terlalu percaya diri untuk kembali bermain-main dengan tokoh rekaan.

Seminggu lalu, saya memberanikan diri membuka folder tulis-menulis yang bertahun-tahun dilupakan. Saya menemukan banyak tulisan-tulisan, naskah novel yang belum selesai. Serasa menemukan banyak harta karun.

Akhirnya, saya memutuskan mengunggah beberapa tulisan lama ke platform seperti saran dari Wulan. Ada cerita di sekitar yang merupakan kumpulan cerita pendek dan sebuah novel yang diberi judul Milana

Semoga saja saya istiqamah saat menulisnya.


Belajar Photoshop


Tahun lalu, saya pernah menulis ingin belajar Photoshop, tapi belum tercapai juga alias malas. Tahun ini, demi memulai rencana ini akhirnya saya memutuskan untuk membeli buku cetak tentang aplikasi Photoshop. Kalau sedang kebingungan, buku ini bisa menjadi panduan karena terkadang menonton video di youtube cukup membuat kewalahan.

Buat apa belajar Photoshop?

Buat mengedit foto-foto yang sudah saya hasilkan menjadi lebih baik lagi dan menambah skill biar nggak cuman bisanya itu-itu saja.


Belajar Foto Produk


Tahun 2021 inginnya menekuni foto produk, meski nggak buka jasa foto produk setidaknya bisa dipergunakan untuk foto-foto di blog dan media sosial. Jujur, foto produk ini masih agak membuat saya kesusahan karena membutuhkan kemampuan menata yang apik. Bisa dibilang itulah kelemahan saya.

That’s why, saya pengin lebih banyak berlatih motret lagi.


Olahraga Seminggu 2x


Ini salah satu wishlist yang mudah ditulis, tapi susah untuk dilakukan. Semoga di tahun 2021 ini lebih rajin melakukan olahraga ringan seperti jalan pagi keliling komplek atau melakukan Yoga. Nggak usah setiap hari, ya paling tidak seminggu 2x. Badan sehat, pikiran juga ikutan sehat karena meningkatkan kualitas tidur.



Mengurangi Over Thinking


Tahun 2021, belajar mengendalikan pikiran. Sebagai manusia biasa ada kalanya timbul rasa iri terhadap kehidupan orang lain. Terlebih lagi kalau kita merasa ya hidup kita gitu-gitu aja. Akibatnya pikiran negatif muncul dan seringkali menimbulkan kecemasan.

Kecemasan yang menumpuk membuat kualitas tidur di malam hari menjadi terganggu, bangun pagi jadi BT. Gitu saja terus sampai lelah.

Tahun ini, saya ingin mencoba menikmati hidup dengan santai, melakukan hal yang disukai dan juga lebih menikmati kegiatan sehari-hari. Lupakan sejenak DA blog, follower di medsos. Menikmati menjadi orang yang biasa saja. Karena hidup juga butuh dinikmati.

Membuat Home Studio


Saya punya mimpi pengin punya home studio, di mana bisa dijadikan tempat untuk foto-foto sekaligus ruang kerja. Mungkin semacam ruang kreatif gitulah. Tidak usah terlalu besar ukurannya yang penting memiliki banyak jendela yang bisa memberikan cahaya yang melimpah.

Salah satu wishlist juga di tahun ini adalah menambah lampu studio baru. Kamar saya itu tidak memiliki cukup sumber cahaya karena tidak ada jendela sehingga meski memakai lampu tambahan kok rasanya kurang terang. Setidaknya dengan lampu tambahan ini bisa mendukung hasil foto menjadi lebih baik. Eh siapa tahu habis gitu ada yang mau bangunin home studio. Amin.

Menikah


Keinginan menikah pasti sudah masuk ke dalam daftar keinginan setiap tahunnya. Namun, rupanya Allah masih belum mengizinkan. Tahun ini kembali saya masukkan list, siapa tahu kali ini Allah merestuinya. Amin


Yak, itulah 7 daftar keinginan di tahun 2021. Entah terwujud atau tidak yuk mari kita banyak ikhtiar.


Salam,


Perayaan Tahun Baru, Haruskah Dirayakan?

Perayaan Tahun Baru, Haruskah Dirayakan?

perayaan tahun baru, lampu kristal

Perayaan Tahun Baru yang Muram



Beberapa tahun belakangan, saya sudah berhenti mengistimewakan akhir tahun. Entah, karena umur yang membuat saya tidak lagi bisa begadang atau memang jenuh karena perayaannya ya hanya itu-itu saja. Kembang api, terompet dan suara petasan yang menggema hampir di seluruh penjuru tidak peduli komplek perumahan mewah atau gang-gang sempit di kawasan kota Surabaya.

Tahun 2020, rasanya malam pergantian tahun menjadi berbeda. Kasus pandemi Corona yang belum usai dan semakin meningkat membuat pemerintah memberikan himbauan untuk tidak mengadakan keramaian di saat malam tahun baru. Semua kegiatan keramaian, jualan diberlakukan hingga jam 8 malam. Bahkan, hotel-hotel pun tidak boleh menggelar perayaan tahun baru.

Pergantian Tahun Baru 2020 kali ini kata sebagian orang muram. Bagi saya, sama saja sih dengan bergantinya bulan baru. Lagi pula rasanya tidak etis kita asik berkumpul di keramaian lalu lupa ada sebagian orang yang tengah berjuang di RS. Pasien yang terbaring dengan ventilator dan petugas nakes yang mulai kelelahan. Tidak adil rasanya kalau kebahagiaan kita turut andil menyumbang penularan Covid 19.

Ya sudahlah. Mari kita rayakan di rumah masing-masing sembari menulis resolusi sama seperti tahun-tahun sebelum serta tidak lupa berdoa supaya Corona lekas menghilang dari muka bumi.

Lantas apa yang saya lakukan di saat libur akhir tahun.


Maraton Nonton Drama Korea


Ketika tanggal 31 Desember, kebetulan langganan Netflix habis dan beberapa drama korea yang saya tonton di ViU banyak yang tidak tayang. Alhasil saya memperbarui langganan Netflix demi menonton drama yang kebetulan tayang di sana.

Dari pagi saya sibuk memasukkan list drama/film yang akan saya tonton di liburan akhir tahun. Seru aja sih, kayak semacam me time buat diri sendiri sebelum kembali bertarung untuk kehidupan di tahun 2021.

Pokoknya seharian kerjaannya cuman guling-guling di atas kasur sampai bosan.


Rencana BBQ Bareng Keluarga



Sebelum nonton drakor, saya sudah sibuk sejak pagi. Sibuk potong fillet ayam buat BBQ malam hari bareng keluarga. Sebenarnya bukan saja aja sih yang sibuk potong daging ayam, ada kakak ipar dan kakak perempuan. Pokoknya menu hari itu serba ayam.

Terniat banget pokoknya sampai nggak sadar jari tangan ikutan teriris. Alhasil nyeri seharian padahal beberapa hari sebelumnya juga kena pisau pas di area yang sama. Entah lagi mikirin apa.

Malamnya, mau bakar daging kok ya malas. Jadi, malam itu yang BBQ cuman kakak ipar dan saya hanya nyomot beberapa saja. Ayam yang sudah dimarinasi sejak pagi nganggur deh dalam kulkas.


Baca Buku



Bosan nonton film, saya beralih membaca buku. Habis bongkar lemari buku, ternyata ada setumpuk novel yang belum selesai dibaca dari tahun lalu. Mau nggak mau harus dibaca karena tahun 2021 karena ingin kembali menulis fiksi. Sudah dapat teror dari beberapa teman yang selalu nanya kapan saya nulis novel lagi. Terharu dong.

Terlalu lama hibernasi membuat saya lupa bagaimana cara memulai cerita. Membaca, membantu menyegarkan ingatan bagaimana cara memulai sebuah cerita. Semoga istiqomah dan nggak terdistraksi sama hal lain. Doakan saya.


Baca juga: 

Saya Membenci Perayaan Tahun Baru 

Apa yang Harus Dilakukan Ketika Corona Berakhir? 


Tidur Awal


Saat malam pergantian tahun, saya tidak berniat untuk mengubah pola tidur. Biasa saja seperti hari-hari sebelumnya. Saya tidur sekitar jam 8 malam sehabis membaca dan menonton beberapa episode drama.

Alhamdulilah nyenyak sampai pagi, tetangga sebelah pengertian banget. Biasanya mereka paling ribut karena menyalakan petasan dan membuat tidur terganggu. Semakin berumur, saya tidak menyukai suara petasan. Rasanya nggak nyaman di dada. 2 tahun lalu saya pernah nangis tepat jam 00.00 karena tetangga sebelah menyalakan petasan yang gila-gilaan.

Lagi enak-enak tidur lalu mendengar suara keras, rasanya gelisah. Saya nangis nggak karuan karena bunyi petasan nggak berhenti-berhenti. Mami sampai panik dan Papi akhirnya kirim sms sama tetangga sebelah.

Fyuh pokoknya drama banget kalau menjelang akhir tahun, tapi saya bersyukur tahun ini bisa tidur dengan damai.

Perayaan tahun baru, haruskah dirayakan?
Pengalaman Tragis di Akhir Bulan

Pengalaman Tragis di Akhir Bulan

pengalaman tragis di akhir bulan


Pengalaman Tragis di Akhir Bulan


Saat kuliah dulu, ortu memberikan saya uang jajan sebesar Rp. 300.000 selama satu bulan. Semua itu sudah termasuk uang makan, transportasi, pulsa dan kebutuhan sehari-hari. Entah bagaimana caranya mengelola, pokoknya tiga ratus ribu itu sudah harga mati.

Awal kuliah, saya selalu bareng kakak ke kampus, pun saat pulang. Terkadang untuk menghemat, saya rela tidur di mobil sambil kegerahan untuk menunggu kakak selesai kuliah. Kami beda jurusan dan kadang beda jam pulang kuliah. Huh, capek juga sih kalau nunggunya kelamaan, tapi nggak papa deh setidaknya bisa menghemat uang jajan.

Di awal bulan rasanya tuh bahagia sekali, uang masih banyak jadi kadang suka khilaf buat foya-foya. Membeli hal-hal nggak penting, seperti benda-benda berwarna merah muda. Entah buat apa, pokoknya beli aja. Terus baru sadar di akhir bulan, keuangan mulai menipis dan ujung-ujungnya harus kembali berhemat.

Sebagai mahasiswa kekurangan uang itu sudah kayak trademark meski saya tidak ngekos seperti teman-teman lainnya. Ada saja pengalaman tragis di akhir bulan yang konyol untuk diceritakan. Seperti waktu itu yang menurut saya paling parah.


Kehilangan Kartu Loker Perpustakaan



Hari itu saya ke perpustakaan untuk mencari literatur buat proposal skripsi. Sama seperti peraturan beberapa perpustakaan, kami tidak boleh membawa tas ke dalam. Tas harus dititipkan di loker yang dijaga oleh petugas.

Selesai mengambil dompet, handphone dan buku untuk mencatat. Saya mengambil kartu loker yang diserahkan oleh petugas lalu naik ke lantai 2 di mana tempat perpustakaan Fakultas Psikologi berada. Saya memilih tempat di pojok, meletakan buku catatan sebagai tanda, kemudian mencari literatur yang saya butuhkan melalui komputer.

Keasyikan mencatat membuat saya lupa waktu nggak terasa sudah sekitar jam satu siang. Rencananya mau sholat dulu terus balik pulang ke rumah, sampai di depan loker penyimpanan tas, saya membuka dompet mencari kartu loker. Ternyata kartunya nggak ada, panik dong saya. Akhirnya saya kembali masuk ke dalam. Mencoba menelusuri pelan-pelan lokasi yang tadi saya lewati. Ketar ketir karena menghilangkan kartu loker perpustakaan kena denda Rp. 50.000. Duh, pas buka dompet uangnya cuman sisa Dua Puluh Ribu Rupiah. Hiks rasanya pengin nangis dong.

Setelah berkali-kali mencari, saya menyerah dong. Akhirnya saya bilang sama penjaga loker kalau kartunya hilang. Sempat dikasih kesempatan untuk mencari lagi tapi saya bilang kalau sudah berkeliling 3 kali. Akhirnya saya mencoba menelepon salah satu teman yang kebetulan ada di kampus. Saya menceritakan kejadian yang dialami, untungnya teman saya bawa duit lebih. Kebayang kalau nggak. Bisa nangis beneran saya.

Alhamdulillah bisa keluar juga dari perpustakaan setelah drama kehilangan kartu. Rencana pulang langsung batal, sehabis shalat saya memutuskan main ke lab komputer saja untuk mendinginkan diri dan pikiran.

Sejak tragedi itu, tiap main ke perpustakaan atau ke lokasi yang ada penyimpanan loker saya suka insecure takut kehilangan kartu lagi.


Baca juga:


Menantang Banjir



Keluar dari Lab komputer saya baru menyadari bahwa di luar hujan deras, kebetulan lab komputer kampus memiliki peredam suara jadi nggak bisa mendengar suara di luar. Nah, daerah Darmawangsa, tempat kampus saya berada itu merupakan daerah langganan banjir sejak dahulu kala.

Fyuh, bingung dong bagaimana mau pulang. Kakak menelepon mau menjemput ternyata dia sedang main ke kampus, tapi saya nggak enak sama teman yang tadi meminjamkan uang. Masak iya habis pinjam uangnya saya tinggalkan begitu saja.

Mobil teman saya jenis sedan, nggak mungkin bisa menembus banjir tinggi. Ya sudah pasrah saja menunggu air surut. Lagipula besok libur kuliah. Jam 20.00, kami memutuskan menerobos pulang. Sempat ketar-ketir juga bisa nggak ya pulang dengan selamat menantang banjir,

Sesudah mengisi bahan bakar, kami melanjutkan perjalanan. Eh, ternyata kami ditipu dong, tanda lampu bensin masih kedap-kedip. Jadi, barusan bensin yang kami isi tidak bertambah. Huu sedih di tengah banjir begini. Teman saya yang menyetir mulai panik dong, sambil berdoa saya menenangkan dia.

Akhirnya kami bisa melewati banjir tinggi di daerah Kertajaya. Mampir lagi ke Pom Bensin untuk kembali mengisi bahan bakar. Sisa uang Dua Puluh Ribu saya kasihkan karena uang teman saya hanya tersisa Rp. 50.000.

Setidaknya bensinnya bisa terisi dan cukup sampai rumah.

Hari itu benar-benar pengalaman tragis yang terlupakan sampai sekarang. Kejadiannya juga pas akhir bulan ketika keuangan sudah mulai seret. Kejadian itu semacam pengingat untuk tidak boros menghabiskan uang yang ada. Sering ada kejadian yang tidak terduga.

Kalian ada pengalaman apa soal drama akhir bulan?
Teruntuk Tikha

Teruntuk Tikha

tangkuban perahu, surat cinta, surat, teruntuk tikha, wisata bandung



Dear Tikha,


Tahun ini usiamu genap 36 tahun, usia yang kata orang sudah lewat untuk memasuki usia pernikahan. Beruntung saja kamu tinggal di kota, bukan di desa yang bakal jadi omongan tetangga karena usia di atas 30 tahunan masih betah melajang.

Kadang, aku heran. Mengapa sih orang-orang sibuk menanyakan hal yang nggak penting kepada orang lain? Beneran peduli atau sibuk mencari bahan untuk diomongkan kembali sama orang lain? Entahlah.

Apakah kamu bahagia? Menyendiri selama ini?

Aku tahu kok bagaimana kamu diam-diam di tengah malam yang sunyi terkadang memikirkan hidupmu yang hanya stuck di sini. Di kala beberapa temanmu sibuk merajut kisah cinta dengan pasangan, kamu sendiri hanya berteman kesendirian. Memikirkan apakah nanti akan ada masanya kamu memiliki pasangan yang bisa diajak ngobrol, peluk menjelang tidur?

Tak apa Tikha. Tak ada yang namanya ketinggalan.

Bukankah Kah kamu tahu, Allah tidak pernah ingkar? Mungkin saja dia tengah menyiapkan seseorang yang memang benar-benar tepat denganmu. Allah tidak mau membuatmu tersakiti lagi, seperti dulu. Allah sengaja membawa pergi lelaki yang mendekatimu karena tahu bahwa mereka itu bukan untukmu.

Berbahagialah, lakukan apa yang kamu sukai. Jangan hiraukan apa kata orang tentang dirimu. Kamu tidak butuh validasi dari orang lain untuk merasa bahagia. Kamu yang pegang peranan itu bukan orang lain.

Aku tahu, selama bertahun-tahun kamu hidup dengan prasangka orang. Ketika masih kanak-kanak, mungkin kamu hanya menganggapnya angin lalu bahkan tak segan-segan kamu protes pada teman-teman yang mengejekmu ‘robot.’ i’m proud of you. Kamu belajar untuk mengatakan apa yang tidak disukai kepada orang lain.


Seiring berjalannya waktu, kamu tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Katamu, ‘omongan orang itu tajam, dan kamu tidak ingin tersakiti.’ Kamu memilih menyimpan rapat-rapat semua perasaanmu dan hanya berteman dengan buku diary. Sejak itu kamu tidak menyukai tatapan orang lain yang seolah iba atas kondisimu. Kata orang kamu penyakitan, bodoh dan menyedihkan.

Maaf ya Tikha, saat itu aku tak bisa melindungimu. Aku memilih bersembunyi dibalik ketakutanmu itu, memilih diam, menyaksikan kamu berjuang dengan pergulatan batin masa remaja dan tekanan hidup yang keras.

Aku bersalah. Ketika membiarkanmu memiliki pikiran untuk bunuh diri. Seharusnya., aku yang paling membelamu saat itu. Maaf, aku sama lemahnya denganmu, tapi aku bangga padamu. Kamu bertahan meski rasa sakit tiap malam menderamu.


Terima kasih Tikha, sudah bertahan. Kamu sudah melakukan hal yang terbaik selama ini.

Sekarang, aku semakin bangga padamu. Kamu tumbuh menjadi pribadi yang mulai terbuka dengan orang lain. Perlahan, kamu percaya bahwa tidak semua orang berprangsangka buruk padamu. Aku tahu kamu masih belajar untuk itu. Good job.

Satu lagi, kamu hebat sudah melewati masa-masa pemulihan sehabis operasi. Tetaplah sehat biar kita bisa merangkai hari yang penuh bahagia bersama. Ada banyak impian yang belum kamu penuhi. Mengunjungi negara Jepang seperti yang sudah kamu tulis di postingan blog, menikah dan mengunjungi Baitullah bersama keluarga besar.


Baca juga: A Letter To Hana


Aku dari masa kecilmu akan menjadi saksi dari kebahagianmu itu. Sekali lagi terima kasih sudah bertumbuh dan bertahan dalam waktu yang lama. Aku selalu bangga padamu.

Mari berbahagia, Tikha. Kita sambut usia 36 tahunmu dengan penuh rasa bersyukur karena Allah membantumu hingga saat ini.


Salam sayang, 


Aku dari masa kecilmu.

Tentang Matematika

Tentang Matematika

pelajaran matematika, tentang matematika, kelas matematika


Tentang Matematika dan Didikan Papi yang Keras


“Pelajaran apa yang tidak kamu sukai?”


Tentu saja saya akan menjawab dengan lantang, Matematika.


Saya lupa kapan tepatnya menyatakan ketidaksukaan pada Matematika karena semua masih baik-baik saja saat Sekolah Dasar. Masih menikmati pelajaran yang memang nyatanya membantu menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Namun, seiring waktu mulai muncul permasalahan yang berkaitan dengan pelajaran Matematika. Mulai dari hal kecil sampai membuat saya merasa amat tidak nyaman.

Ortu mendidik kami dengan cara yang bisa dibilang lumayan keras. Keduanya memfokuskan bagaimana kami bisa juara kelas, meski saya tidak ditarget apapun karena kondisi kesehatan, tapi saya tidak mau menjadi bayang-bayang kedua kakak. Saya ingin membuktikan pada ortu bahwa saya mampu.

Setiap sore kami bertiga mempunyai jadwal khusus dengan Papi yaitu menghafalkan perkalian. Mulai dari menyebutkan hingga tebak-tebakan. Jika ada yang terlewatkan alias lupa, Papi tidak segan-segan memukul kaki kami menggunakan pecut/penebah (alat untuk membersihkan tempat tidur).

Buat kami bertiga, setiap sore sudah seperti ruang pengadilan. Menyeramkan karena membayangkan rasa sakit ketika dipukul. Saking kesalnya dengan cara Papi mendidik kami, Mas Wawan membuang pecut tersebut jauh-jauh.

Apakah Papi berhenti?

Oh tidak. Semua itu terus berlanjut sampai SMP.


Sakit Perut dan Nilai Merah Di Raport


Menginjak Sekolah Menengah Pertama, saya mulai merasakan ketidaknyamanan menghadapi pelajaran Matematika, saat itu saya kelas 3 SMP. Guru yang mengajar sih biasa saja, hanya saja kadang beliau suka gemas pada siswa yang tidak mengerti. Setiap kali ada PR atau pelajaran Matematika, rasanya enggan pergi ke sekolah.

Memasuki SMA, kecemasan saya dengan pelajaran Matematika meningkat. Kondisi terparah ketika kelas 2 SMA. Di sekolah kami ada 2 orang yang mengajar Matematika, keduanya sama-sama perempuan dengan usia cukup lanjut. Keduanya memiliki metode cara mengajar yang berbeda.

Guru Pertama, tidak pernah menggunakan kekerasan saat mengajar. Hanya saja cara mengajarnya cepat dan cuek. Mau mengerti apa tidak, itu urusan kamu. Sedangkan, guru kedua kebetulan juga wali kelas. Beliau beberapa kali mencubit siswa yang tidak bisa mengerjakan.

Saat beliau mengajar tidak ada yang bersuara. Seolah-olah semua siswa memasang gelembung udara guna melindungi diri dari tatapan sinar laser Bu Guru. Disuruh maju ke depan sudah seperti hukuman apalagi kalau kamu tidak bisa mengerjakan. Siap-siap saja kulit perut/tanganmu membiru kena cubitan.

Setiap kali pelajaran Guru tersebut, mendadak saya diserang diare/perut nyeri, alhasil saya selalu izin pergi ke UKS. Menghilang tiap kali pelajaran Matematika.

Hal lucu yang pernah dilakukan ketua kelas karena memang tidak suka dengan cara mengajar beliau. Waktu kelas kami berada di lantai 2, ketua kelas mempunyai ide buruk, mengunci setiap pintu menuju lantai 2, supaya guru tersebut tidak mengajar. Astaga. Beberapa kali juga, Ketua Kelas sengaja tidak memanggil Ibu tersebut ketika pergantian pelajaran, sehingga lupa mengajar.

Guru tersebut sudah kayak public enemy bagi para siswa.

Ada kejadian lain yang berhubungan dengan Matematika, waktu itu saya baru masuk sekolah setelah hampir 1 bulan pasca pemulihan operasi. Waktu itu pelajaran Matematika, saat merasa frustasi karena tidak mengerti apa yang dijelaskan oleh Guru.

Baca juga:

 Pengalaman Mengajar Murid Kembar


Sepulang sekolah saya menangis karena nggak paham dengan apa yang diajarkan hari itu. Mami mendengar tangisan saya dan beliau pun mencarikan Guru Les Privat. Seiring waktu saya mulai kembali mengikuti pelajaran yang tertinggal termasuk Matematika.

Satu hal yang mengejutkan ketika penerimaan Raport Caturwulan I, saya mendapat nilai 4 pada pelajaran Matematika. Untungnya pada caturwulan berikutnya saya memperbaiki semua yah, tetap saja nilai Matematika saya di raport 6.

Kelas 3 SMA, saya masuk jurusan IPA seperti yang diminta oleh Papi. Rasanya tersiksa karena jam pelajaran Matematika menjadi lebih banyak beberapa jam. Untungnya Guru yang mengajar enak, sehingga saya bisa menjalaninya dengan baik.


Mengulang Statistik Hingga 3 x Saat Kuliah



Saya pikir masuk jurusan Psikologi merupakan hal yang tepat karena masuk ke dalam Jurusan Sosial jadi secara tidak langsung tidak terlalu banyak urusan hitung menghitung. Ternyata saya salah.

Di Psikologi ada banyak mata kuliah yang berhubungan dengan Matematika, salah satunya Statistik. Mata kuliah ini dibagi 2 menjadi Statistik 1 dan Statistik 2.

Suasana kuliah beda dengan ketika Sekolah Menengah Atas, cara mengajarnya juga berbeda lebih ke based experience, tapi tetap saja untuk kuliah statistik saya merasakan cemas. Entah kenapa kayak ada perasaan nggak nyaman tiap kali kuliah statistik.

Pernah dong sudah fokus mendengarkan penjelasan dari dosen tetap saja saya nggak ngerti. Untungnya nggak kebagian ditunjuk sama dosen.

Saat pembagian KHS, saya kaget ternyata nilai statistik saya E, wuih. Perasaan saya rajin mengerjakan tugas deh. Semester berikutnya saya mencoba kembali mengulang dengan beberapa teman, nilai saya naik dong jadi D. Hahah.

Berhubung mata kuliah wajib, mau tidak mau saya harus mengulang meski rada malu karena harus mengulang sama adik kelas. Saat kuliah milih duduk di bagian belakang, malu sama para adik-adik. Alhamdulillah hasilnya bagus, nilai saya jadi A/B,

Buat saya pelajaran matematika itu masih tetap menakutkan, mungkin efek dari pola asuh masa lalu membuatnya menjadi sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Padahal pelajaran berhitung lainnya tidak masalah bagi saya. Entahlah.

Kalau kalian ada pengalaman buruk nggak tentang matematika?
Pengalaman Umroh yang Tidak Terlupakan

Pengalaman Umroh yang Tidak Terlupakan


Pengalaman umroh tidak terlupakan, umroh


Konsep Rezeki Nggak Sama Dengan Logika Matematika



“Apa yang kamu tanam, itu yang kamu tuai.”


Pada ingatkan sama kata bijak di atas yang kayaknya sering banget diucapkan sama banyak orang. Kata bijak di atas itu kayak semacam pengingat bahwa ketika kamu berbuat kebaikan maka akan kembali dalam bentuk kebaikan. Sebaliknya, kalau kamu berbuat jahat dengan orang lain, ya jangan salah kalau pada akhirnya kejahatan itu berbalik sama dirimu.

Konsep itu yang sampai sekarang saya ingat.

Kata ortu, jangan segan berbuat baik sama orang karena bisa jadi orang tersebut adalah penarik rezeki bagi kita. Yap, rezeki yang kita miliki itu terdiri dari dua sumber: rezeki yang didapatkan dari pekerjaan dan rezeki yang berasal dari orang lain. Oh iya, sama satu lagi rezeki yang memang sudah dijamin sama Allah, contohnya udara, sinar matahari, air hujan, panca indera, dll. Semua yang harus disyukuri.

Konsep rezeki sendiri itu nggak sama dengan logika matematika, nggak ada yang pasti. Tergantung sama apa kata pemilik Bumi dan Langit. Ada yang dikasih lancar seperti jalan bebas hambatan dan ada juga yang harus menempuh jalan berliku supaya bisa mencapai rezeki itu. Ada juga rezeki yang tidak terduga, tahu-tahu ketiban rezeki. Nah itu dia rahasia dari Allah SWT.


Pengalaman Umrah yang Tidak Terlupakan


Beberapa tahun silam, saya pernah umrah bersama bersama kakak. Kami berangkat berlima sengaja memilih momen yang berdekatan dengan Ramadhan, setidaknya seumur hidup bisa merasakan nikmat berpuasa di tanah Haram.

Berangkat dari Indonesia semuanya berjalan lancar. Kala itu bersama rombongan beberapa orang dari Surabaya. Ada salah satu rombongan yang berusia lanjut, dia berangkat bersama adik/kakak. Sempat mengalami masalah di bagasi karena membawa gunting kuku di tas sehingga digeledah.

Sama seperti Mami, beliau mengalami masalah di kakinya sehingga jalannya melambat dan ditinggal oleh saudaranya. Saya diminta oleh Papi membantu, sepanjang jalan menuju gate, saya membantu menggandeng beliau.

Alhamdulillah perjalanan umroh kami lancar dan mendarat dengan selamat di bandara King Abdul Aziz tanpa kendala apapun. Meski sempat menunggu Papi yang tertahan di imigrasi yang cukup lama, sampai hotel sekitar jam 12 malam.

Dari beberapa kali perjalanan Umrah, bisa dibilang perjalanan kali ini istimewa, bisa bersama keluarga besar yang merupakan momen langka, meski sepenuhnya tidak lengkap tanpa kehadiran keluarga kakak kedua. Ada beberapa peristiwa yang membuatnya menjadi momen yang tidak terlupakan.


Baca juga:



Hotel yang Di Upgrade


Begitu ke luar dari bandara, ketua rombongan memberi pengumuman bahwa ada perubahan hotel yang akan kami tempati. Program Umroh ini seharusnya menginap di Grand Zam Zam Makkah. Namun, ada perubahan karena hotelnya penuh sehingga kami dipindahkan ke Royal Makkah Clock Tower, merupakan salah satu hotel bintang 5 milik keluarga kerajaan. Tanpa tambahan biaya apapun.

Perjalanan Umroh reguler ini terasa VIP. Alhamdulillah.

Dulu, pernah membayangkan seperti apa rasanya menginap di hotel yang berada tepat di bawah Makkah Clock Tower. Eh, beberapa tahun berikutnya sama Allah dikasih kesempatan bisa tidur di Hotel bintang 5 dengan harga kamar semalam sekitar 2 juta rupiah. 

Sayangnya, saya nggak banyak mendokumentasikan penampakan dalam hotelnya karena memang benar-benar ingin menikmati perjalanan kali itu. Semoga ada kesempatan kembali ke sana. Amin.


Bisa Shalat Di Raudah Dengan Puas



Di Masjid Nabawi, ada sebuah tempat makbul untuk berdoa yang menjadi favorit para jemaah dari seluruh dunia, yaitu Raudah. Merupakan area yang terdapat di antara rumah dan mimbar dari Nabi Muhammad SAW. Raudah sendiri berarti taman surga, di mana siapa yang berdoa di sana akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Mencapai Raudah tidak semudah yang dibayangkan, apalagi baji jamaah perempuan sebab waktunya dibatasi dan tidak buka selama 24 jam. Tidak seperti untuk jalur lelaki yang lebih leluasa untuk berkunjung ke sana. Hingga bukan hal yang aneh jika tempat ini selalu penuh sesak oleh ribuan orang setiap harinya.

Bagian menyedihkan, beberapa jemaah rela menarik, mendorong atau bahkan menyakiti sesama untuk bisa sholat dan berdoa di bawah pilar hijau. Beberapa kali ke sana, rasanya belum pernah saya tepat sholat di antara pilar hijau tersebut, apalagi kondisi kesehatan dan badan saya yang mungil harus berhadapan dengan wanita-wanita asia yang tingginya menjulang. Saya memilih mengalah, sembari menangis dengan penuh harap bisa berdoa di sana.

Biasanya para wanita bisa berkunjung ke Raudah sehabis Subuh atau menjelang Dhuha. Hari itu kami rombongan dibantu oleh salah seorang Mukimin (orang tinggal di sana) untuk berziarah ke Raudah. Rombongan kami istimewa karena membawa 3 perempuan berusia lanjut (termasuk Mami) yang memiliki masalah kesehatan di kaki sehingga membutuhkan bantuan.

Sebelum masuk Raudah, kami dikumpulkan dalam satu lokasi oleh Askar. Diminta untuk duduk tenang sampai mendapat giliran untuk masuk ke dalam yang perjalanannya lumayan jauh. Sekitar 10-15 menit.

Tiba giliran kami. Saya kebagian menggandeng salah satu jamaah rombongan, sedangkan Mbak Dini, membantu membawakan kursi Mami. Rupanya pemimpin tadi membawa kami lewat jalur khusus, katanya itu jalan pintas bagi orang-orang menggunakan kursi roda atau keadaan khusus. Di depan pintu kami dicegat oleh dua orang Askar, pemimpin rombongan menjelaskan kondisi kami masing-masing. Hanya 3 orang yang boleh masuk, saya dan Mbak Dini ditolak karena terlihat sehat. Mbak pemimpin rombongan tadi menjelaskan kembali bahwa saya dan Mbak bertugas membantu 3 orang lansia ini. Alhamdulilah kami diperbolehkan masuk.

Perjalanan menuju Raudah jadi lebih pendek, kala itu masih belum terlalu ramai sehingga tidak terlalu berdesakan. Satu orang lansia yang bersama kami dicarikan tempat dekat pilar hijau kedua. Sedangkan, sisanya ikut dalam rombongan. Mami dan satu orang lagi tidak bisa mencapai depan akhirnya dikasih barisan kedua. Sedangkan saya dan Mbak Dini berada di barisan paling depan. Saya dan Mbak Dini bisa berdoa dan shalat dengan puas karena mendapatkan penjagaan yang ketat. Rupanya ini jawaban Allah beberapa tahun silam ketika saya pernah menangis di Raudah karena tidak bisa berdoa dengan khusus.

Saya tidak menyesal sepanjang perjalanan harus menjaga rombongan lansia karena rupanya Allah menitipkan rezeki tak terduga melalui mereka. Kemudah-kemudahan ini hadiah yang sungguh tak ternilai melebihi apapun. Di hotel saya dan Mbak masih takjub, sambil bertanya apakah ini mimpi?

Bagi saya rezeki itu bukan melulu berupa materi ada kalanya kejutan-kejutan kecil dari Allah bisa menjadi tak ternilai. Saya mungkin melakukan hal yang sederhana yaitu membantu salah satu nenek yang punya masalah lutut sama seperti Mami, tapi Allah mengganjarnya dengan sesuatu yang di luar nalar.

Yah, begitulah. Jangan bosan berbuat baik dengan sesama karena Allah punya banyak kejutan, seperti pengalaman umroh yang tidak terlupakan.