Pengalaman Mengajar Murid Kembar Saat Menjadi Guru TK
Mengajar Murid Kembar Itu Sesuatu
Di halaman linimasanya, dia bercerita betapa memiliki anak kembar itu luar biasa apalagi di waktu malam harus menyusui berganti. Saya nggak bisa membayangkan betapa ribetnya.
Dulu, saya pernah dipercaya mengajar anak kembar saja sudah dibuat pusing setengah mati apalagi kalau anak sendiri. Hahaha, benar kata orang teori parenting hanya berlaku di buku, sisanya percayakan pada naluri seorang Ibu ketika mendidik anaknya. Semua berbeda, Jendral.
Menjadi Guru Taman Kanak-Kanak kelihatannya saja menyenangkan karena terlihat ceria, riuh dan tak pernah sepi. Eh, tapi tunggu dulu. Apa yang kalian lihat dari luar itu hanya seperti cuplikan film yang nampak indah. Kenyataannya, untuk menyuruh anak duduk tenang di kelas selama 5 menit saja harus mengeluarkan separuh energi, belum lagi menarik minat mereka dengan suara-suara dan tingkah laku ala bocah.
Memiliki murid kembar tantangannya beda lagi apalagi jika mereka berada dalam satu kelas. Fyuh, mari menarik napas dalam-dalam.
Saya pernah dipercayai menjadi seorang wali kelas di mana ada murid kembar di dalamnya. Namanya Assyifa dan Annisa. Mereka gadis mungil kembar identik yang cantik. Saking miripnya, saya suka keliru memanggil sehingga sering diprotes oleh keduanya.
Artikel lainnya: Saya Bersyukur Pernah Jadi Guru TK
Menenangkan Mereka Itu Tidak Mudah
Menenangkan anak-anak itu bukan perkara mudah karena tiap anak membawa karakter yang berbeda sehingga dibutuhkan pendekatan yang yang berbeda.
Pun ketika menghadapi gadis kembar ini.
Keduanya memiliki kepribadian yang bertolak belakang. Annisa memiliki pribadi yang sensitif, tidak mudah didekati oleh orang lain terlebih lagi sentuhan, sebaliknya Assyifa lebih mudah didekati ketika moodnya sedang tidak baik, namun di sisi yang lain dia memiliki kecemasan yang tinggi.
Awal-awal sekolah, Annisa lebih sering menangis karena harus ditinggal ayahnya pulang. Saat si kakak mulai menangis, maka si adek pun merasa gelisah sehingga ikut menangis juga.
Saat keduanya menangis otomatis perhatian saya terpecah sehingga memilih memisahkan mereka berdua dari teman sekelasnya. Biasanya saya akan mencoba menenangkan si adik karena dia lebih mudah dibujuk. Jika si adik mulai tenang, dia akan membantu saya menenangkan si Kakak.
Jika tidak berhasil semuanya, terpaksa saya harus meminta bantuan dari sang Ayah. Sambil memberi pesan pada sang Ayah dan Ibu untuk bersabar terhadap daya adaptasi mereka berdua yang memang agak lama.
Menjelang pergantian semester, Alhamdulilah keduanya sudah bisa beradaptasi bahkan memiliki teman untuk bermain. Sudah berani bertanya dan mengemukakan pendapat. Sesekali, masih ada yang menangis jika tidak bisa melakukan sesuatu.
Kebutuhan Biologis yang Selalu Bersamaan
Mengajar murid kembar juga harus menyediakan tambahan tenaga saat keduanya ingin BAK atau BAB karena terjadi bersamaan.
Awalnya saya kira sama saja dengan yang lainnya. Saat si Adik BAK, maka saya menyuruh si Kakak menunggu di luar karena dia sedang tidak ingin kencing. Eh, belum selesai pakaikan celana buat si Adik, Kakaknya juga ingin pipis. Buahaha. Elap keringat.
Akhirnya setiap mereka ingin BAK atau BAB, saya akan menyuruh mereka untuk masuk ke kamar mandi bersama. Sebab, saya nggak mau bolak-balik kamar mandi. Memang sedikit merepotkan karena harus membersihkan keduanya secara bersamaan.
Cerita tentang: Gadis Kecil Bernama Wiwin
Karakter yang Berbeda Membutuhkan Pendekatan Berbeda
Begitu sebaliknya. Saat si Adik mengalami kecemasan dan mulai menangis. Saya akan meminta si Kakak untuk menenangkan si Adik. Yah, begitulah karakter mereka saling melengkapi.
Mengajar mereka selama dua tahun membuat saya belajar banyak hal tentang anak kembar dan bagaimana keduanya sudah mewarnai hidup saya. Ah, menulis kisah ini membuat saya merindukan mereka berdua. Semoga saya diingat pernah menjadi Guru kalian.
Salam,